Disapa Badai Pasir di Bromo
(Catatan Perjalanan Wisata para Senior)
Tripbiru.id-Malang, Waktu diputusin pada mau wisata ke Malang dan Bromo, terus terang gw agak terhenyak, sebab gw tau banget perjalanan yang bakal dihadapi gak kaleng tipis, tapi tebel.
Rapat makin mengerucut, dan pasti sudah Wisata Kopassos2977 milih jalan ke Malang dan Bromo. Buat gw ini perjalanan kesekian kalinya ke Bromo, cuma tetep aja kalo rombongan ini yang jalan gw kok jadi sempet ngelamun beberapa saat.
Bulan November tiba, gw sempet jalan ke Mekkah, di bawah terik bersuhu 45 derajat, gw berdoa agar semua peserta Tour Malang Bromo diberi kesehatan dan kekuatan.
Tiket kereta udah dibeli, KA Jayabaya Ekonomi yang punya gerbong baru dua bulan jadi alat angkutan rombongan ke Malang.
Brangkat dari Stasiun Senen, banyak peserta yang blum familiar, biasa jalan dari Stasiun Gambir. Tapi keinginan jalan-jalan yang dicicil bayarnya dari awal tahun ngalahin itu semua. Stasiun Senen sekarang ber AC, masuknya juga dengan pengenalan wajah.
Saat naik gerbong, Herry yang baru sekali ini naik kelas ekonomi sempet bilang kita nggak salah kereta nih. Gerbong yang dingin, terang, bersih, toilet bersih, ditambah restorasi yang enak buat ngopi dan ngepop mi, bikin perjalanan 12 jam terlewat dengan manis.
Pagi yang sejuk di Malang menyambut, deretan koper yang penuh dengan DC berjajar di pintu keluar sebelah barat stasiun.
Sebuah bus sudah menunggu, dan cuss meluncur menuju Hotel Avantree di tengah kota. Begitu liat kasur rasanya pengen merem blass.

Tapi harus dilewati kenikmatan itu dengan mandi dan berganti DC. Langsung grup akan city tour keliling Kota Malang bersama operator pemandu wisata Trip Keren, ciri Wisata Kopassos emang nggak pernah kasih jeda ngantuk di hotel, langsung jalan lagi.
City Tour Malang,di bulan Oktober mungkin cukup unik, karena perjalanan yang menggunakan Land Rover merupakan handicap buat sebagian besar peserta.
Tapi dengan kesabaran,para pemandu muda membantu memegangi kursi untuk peserta agar bisa naik dan keliling kota. Sampai hujan tiba, sigap atap mobil ditutup dan peserta mendapat jas hujan.
Keliling Kampoeng Kajoetangan sejenak kembali ke masa silam. Sirup dan lumpia buatan penduduk kampung setempat jadi penutup blusukan.
Lapar haus dan pengen selonjor terbayar di resto NK. Jelang malam, peserta sempat menikmati tidur, tapi masih ada aja yang ngerawon, sebagian pria mengais rumah makan ayam yang menunya samasekali nggak lengkap, tapi Wawan peserta asal SMA9 kekeh menyantap tiga piring kerupuk putih.
Di malam Malang yang dingin Erna, menghirup kesegaran uap oksigen, semua doa beterbangan ke angkasa buatnya.Terima kasih Endang yang terus mendampingi di ruang rawat.
Belum lagi mata puas terpejam, jam 11 malam,5 mobil SUV datang menjemput. Peserta diangkut menuju titik penjemputan yang selanjutnya menggunakan jip.
Bergegas peserta memilih jip. Dengan jumlah penumpang 4 orang, beriringan lima buah jip menuju lokasi pandang terindah untuk melihat gunung Bromo.
Jalan aspal yang berliku ternyata ramai sekalipun itu tengah malam. Puluhan jip saling susul dan beriringan sesuai dengan rombongannya melaju meniti jalan kecil yang menanjak.
Penumpang terkantuk-kantuk, angin dingin sesekali terasa dari jendela pintu depan jip. Tidak ada obrolan, apalagi musik, semua terbawa suasana jam tidur. “Kalau sedang musim liburan, dari jalur bawah tadi jalan sudah macet, ada ratusan jip yang jalan,” ucap pengemudi jip memecah kesunyian.
Sekitar setengah jam perjalanan, jip-jip berhenti di tepi jalan. Beberapa puluh jip sudah berderet. Tanpa suara berisik, para pengemudi jip itu sudah saling tahu untuk memarkir kendaraannya. Andry dan Titiek Mutasilin peserta asal SMA3, sempat muntah.
Penumpang turun, jalan menuju warung yang juga ada toilet dan mushola. Kami berkumpul di sebuah warung yang sudah langganan Ciliwung Camp, operator jip wisata yang biasa membawa rombongan tur ke Bromo.
Peserta yang sebagian besar memang suka ngulik data dari berbagai sumber, khawatir akan udara sangat dingin dan jalan mendaki.
Ternyata Trip Keren sudah menyiapkan tempat parkir yang dekat dengan warung. Terasa nyaman karena sudah difasilitasi dengan operator wisata, dimana pengunjung yang datang saat menjelang subuh bisa menikmati kehangatan bakaran arang , segelas kopi, teh, jagung, mie rebus dan pisang goreng, disaat suhu berada di bawah 10 derajat Celcius.
Tiba saat sunrise, hanya dengan naik sedikit, sampai sudah di tebing yang berangin dan berlatar belakang Bromo.
Dukungan tim foto sejak dari Kota Malang hingga gigir Bromo sangat penting. Maklum di usianya yang demikian, tidak akan lagi peserta bisa mengambil gambar dari angle yang bagus dan dramatis. Maka fotografer muda jadi pegangan.
Ini merupakan Bukit Kedaluh yang merupakan salah satu spot terbaik untuk melihat sunrise di kawasan Bromo. Pengunjung lebih kenal bukit ini dengan sebutan Bukit Kingkong.
Sementara masyarakat Tengger sendiri menyebutnya Bukit Kedaluh, berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya penghargaan akan kesuburan tanah di sekitar Tengger.
Bukit ini lokasinya di bawah dari Bukit Penanjakan. Berada di ketinggian 2.700mdpl. Akses menuju Bukit Kingkong tidak terlalu menanjak. Berjalan kaki sekitar 200 meter pengunjung sudah sampai di lokasi untuk melihat matahari terbit.
Dingin semakin menggigit, buat pengunjung yang menggigil karena jaket kurang memadai, segera sewa beragam jaket tebal, topi dingin, sarung tangan dan syal, lalu sruput kopinya.
Bersama pemandu wisata tidak perlu buru-buru menuju area pandang yang terbuka dengan angin dingin menerpa.
Bila matahari akan terbit, maka pemandu mengajak bergerak, menuju area yang tepat. Di sana ratusan orang berbaris di tepi tebing dan lapangan, menunggu saat cahaya Tuhan menerangi.
Perlahan lampu langit muncul dan di bawah terhampar lautan awan diantara kaldera Gunung Bromo.
Putihnya awan yang bertumpuk-tumpuk di bawah, memastikan pengunjung bahwa mereka memang berada di atas awan. Pemandu mengarahkan posisi berfoto yang indah. Deretan gunung tertata rapih di atas lautan pasir yang berpagar dinding-dinding tebing.
Hingga matahari terang, berangsur pengunjung bergerak pindah lokasi. Kali ini dengan jip yang sama menuju area Widodaren yang merupakan area pasir terbuka dengan deretan bukit-bukit.
Masih di seputar Bromo, tempat berpindah ke area Pasir Berbisik, sebuah padang pasir yang keren buat foto. Lokasi ini pilihan pengunjung berfoto dengen jajaran jip. Mendadak angin bertiup kencang dan butiran pasir beterbangan menderu, masuk ke hidung, telinga sampai mulut..
Sambutan badai pasir sesaat membuat suasana Bromo jadi beda. Angin dingin tidak lagi mampu menghapus kegerahan.
Jip beranjak turun kembali ke Malang. Lelah terkantuk tapi puas menyatu di setiap wajah penumpang jip. ars